Recent Search
    Create an account to bookmark works.
    Sign Up, Sign In

    TENK0SEI

    @TENK0SEI

    brain-dump

    ☆quiet follow Send AirSkeb request Yell with Emoji 💖 👍 🎉 😍
    POIPOI 1

    TENK0SEI

    ☆quiet follow

    "Kalau dunia ini berakhir, kita bakal saling nyariin nggak, untuk menghabiskan detik-detik terakhir kehidupan terlepas dari semua pertengkaran yang udah kita lalui?”

    #haikaveh
    #genshinimpact
    #AlternateUniverse
    #fanfiction

    Ballroom Extravaganza[Alhaitham x Kaveh]
    Rating: T
    Genshin Impact / Alternate-Universe Fanfiction © Aug 2023

    -----------------------------------------------------------------------------------------
    Catatan Penulis:
    Alternate-Universe Kerajaan yang nggak jadul. Lebih kayak kerajaan canggih macam di Horizon Zero Dawn, yang mana teknologinya sudah advanced, tapi masih monarki. Ya, kayaknya mirip di Genshin juga sih, soalnya inget itu headphonenya Alhaitham sama Mehraknya Kaveh juga canggih…

    Terinspirasi dari lagunya DPR IAN yang judulnya Ballroom Extravaganza (Pls nonton teaser MV-nya, bagus banget huhu). Kebayang-bayang sama makna lagunya yang intinya: “Kalau dunia mau kiamat, lo bakal nemuin gue lagi gak, buat menghabiskan detik-detik terakhir kehidupan, despite every fight we’ve been through”. Saya saranin sih mending dengerin lagunya sambil baca fic ini (lagunya enak).

    Disclaimer:
    Alhaitham dan Kaveh, semua karakter Genshin Impact yang ada di sini © HYV
    Ini fanfic Bahasa Indonesia saya setelah sekian lama. Kalau ada bahasa aneh-aneh atau cringe yaudah ya gapapa. Oiya, saya nggak main Genshin, cuma suka dengerin brainrot dan info-dumping temen-temen yang main plus riset dikit-dikit, jadi kalau ada kesalahan konsep, nama, pemahaman, terima kasih sudah dimaklumi.

    -----------------------------------------------------------------------------------------
    "Kalau dunia ini berakhir, kita bakal saling nyariin nggak, untuk menghabiskan detik-detik terakhir kehidupan terlepas dari semua pertengkaran yang udah kita lalui”
    -----------------------------------------------------------------------------------------

    “Alhaitham—Alhaitham—istana—tidak—” DUAR

    “Nabil Nabil Itu ledakan apa Nabil”

    Sebuah kecemasan datang menghantui seluruh inci tubuh Alhaitham yang sedang terkapar di barisan terluar wilayah Lokapala. Keringat dingin mengucur dari keningnya, tangannya sibuk memegang cangkang interkom yang kini koneksinya terputus total. Teriakannya barusan sekiranya berhasil menghabiskan limapuluh persen sisa tenaga yang ia punya.

    Ia dan tim salah perhitungan. Medan perang tidak hanya berada di wilayah Lokapala, tapi juga di istana. Meskipun berhasil menang, tim Haitham kewalahan melawan karena jumlah tentara yang menyerang lebih banyak dibanding perkiraan. Kini, ia dan sisa prajurit yang masih hidup berada dalam kondisi sekarat, terkapar penuh luka.

    (Kerajaan diserang.)

    Alhaitham terus berusaha membuka matanya agar tidak kehilangan kesadaran.

    (Kaveh.)

    Iris hijau-kemerahannya membelalak, sosok pemuda ramping berambut pirang dengan tinggi yang kurang lebih sama dengan Alhaitham langsung mengisi seluruh pikirannya.

    Alhaitham kemudian bangun dan berlari dengan sisa tenaga yang ia punya menuju kuda terdekat, berusaha untuk berbalik menuju kerajaan.

    ***

    “Udah deh, Tham. Kamu nggak usah jadi ajudan pribadi saya lagi.”



    Pria berambut abu-abu itu duduk termangu dengan bukunya di bawah pohon yang ada di dalam kompleks istana, dengan telunjuk menandai halaman terakhir yang ia baca. Ia masih belum fokus, ucapan seseorang masih terngiang-ngiang meskipun di telinganya selalu terpasang interkom yang berfungsi ganda sebagai earphone yang dilengkapi noise-cancelling.

    (Saya salah ya, bilang kalau saya khawatir)

    Enam bulan yang lalu, ia berhenti menjadi ajudan pribadi pewaris tunggal dan naik (atau pindah Bergeser) pangkat menjadi Panglima Perang sekaligus Juru Bicara (sementara) Kerajaan Kshahrewar. Tadinya, Haitham menolak. Dua jabatan itu sangat menyita waktunya. Hidup work-life-balance yang ia jalankan sehari-hari tentu saja akan terganggu, begitu pula quality time-nya dengan Kaveh, sang pangeran pirang pewaris tunggal yang sehari-harinya mudah diawasi karena sibuk menggambar. Biar bagaimana pun, ia menyukai pekerjaannya yang lama karena sangat ringan, nyaman, dan dibayar dengan cukup. Namun semuanya hilang ketika ia menuruti egonya untuk mengutarakan apa yang ia rasakan kepada sang pangeran bertubuh semampai tersebut.



    Sebagai pangeran Kerajaan Kshahrewar, Kaveh mempunyai hobi yang cukup unik. Ia sangat suka menggambar rancangan bangunan dan mengikuti berbagai macam pertemuan dalam forum arsitek internasional. Karena pada era ini arsitek merupakan pekerjaan rakyat biasa, ia tentunya menjadi pusat perhatian ketika sedang berada dalam forum tersebut. Sampai akhirnya, titel dan penampilannya memberikan pengaruh pada kegemarannya mendesain bangunan.

    Seperti forum-forum pada umumnya, ada beberapa proyek kerja sama yang sekiranya bisa dilakukan untuk menunjang perkembangan negara-negara yang terlibat. Salah satunya adalah proyek pembangunan Palace of Alcazarzaray, sebuah istana di tengah hutan hujan untuk menghormati wilayah Sumeru, salah satu wilayah yang menjadi tempat Kaveh menghabiskan masa kecil. Atas dasar sentimentil tersebut, Kaveh dengan sukarela menyodorkan diri menjadi penanggung jawab proyek jangka menengah ini.

    Namun, seperti yang sudah Haitham duga, karena Kaveh merupakan satu-satunya sosok dengan jabatan paling “mulia” dan bagaimana anggota yang lain hanya para “orang biasa”, para anggota tersebut mulai menarik diri satu persatu karena merasa tidak pantas untuk berada dalam proyek itu bersama dengan sang pangeran. Sadar akan hal ini, Kaveh yang mempunyai sifat mawas diri lantas mencoba untuk membujuk mereka agar kembali untuk mengerjakan proyek tersebut, namun dibalas dengan berbagai reaksi negatif, hingga yang paling Haitham ingat:

    “Hidup Anda sudah sangat layak, kenapa masih juga mengambil lahan pekerjaan orang lain Lagipula tanpa kita juga Anda bisa menyelesaikan proyek ini sendirian, baik dari desain hingga material.”

    Haitham yang berada di belakang Kaveh hanya mengamati air wajah dua orang yang sedang melakukan percakapan. Kaveh, tidak goyah, hanya menepuk Haitham dan mengajaknya pergi dari sana dengan senyum yang tidak juga hilang dari awal bujukan.

    “Jangan gitu, Tham,” Kaveh melipat tangan ke dada sambil membungkuk mengamati blueprint monumen Rex Lapis di gedung konvensi. Haitham hanya terdiam dan menggedikkan bahunya sambil mengikuti ke mana Kaveh melangkah. “Wajah kamu itu serem banget lho, meskipun diem aja. Dia bisa ngira kamu bakal nelen dia bulat-bulat.”

    Puncaknya, Kaveh benar-benar ditinggal sendirian dalam proyek itu tiga bulan kemudian. Alhaitham memergoki pria pirang itu sedang frustasi menggambar revisi rancangan sambil menangis. Ia ingin melanjutkan proyek bangunan itu hingga selesai, namun di sisi lain ia sendirian.

    “Kaveh.”

    Tangan itu masih menggambar dengan terburu-buru dengan air mata menetes di lembaran yang ia gambar.

    “Kaveh, mendingan kamu nggak perlu lanjutin itu semua.”

    Sang empunya iris merah hanya mengusap air matanya tanpa menoleh.

    “Semua orang udah ninggalin kamu, kamu juga udah tahu kenapa. Lagipula proyek ini terlalu besar untuk kerajaan kita yang nggak besar-besar amat. Saya udah bikin kalkulasi, untuk pendanaan bisa-bisa kita perlu pinjam dari Dori–rentenir sebelah yang kamu juga tahu dia macam apa. Saya bisa diamuk Tighnari juga kalau budget istana per bulan nambah banyak hanya karena proyek idealis kamu yang ini.”

    “...tapi–”

    “Drop proyeknya. Terakhir kamu idealis, Raja gugur di Serangan Darshan.”

    Kali ini, iris merah itu membelalak ke arah ajudannya. Keheningan tercipta beberapa detik. Dari beberapa detik itu, Haitham langsung tahu ia salah bicara.

    “Kaveh–”

    “Udah deh, Tham. Kamu nggak usah jadi ajudan pribadi saya lagi.”



    Tentunya, Haitham tidak benar-benar mengutarakan bahwa ia khawatir. Apa yang ia lakukan malah lebih mirip ke bogem mentah yang langsung ditujukan ke wajah sang Pangeran Kshahrewar dan menyebabkan ia kehilangan pekerjaannya (dan malah naik jabatan). Namun, Haitham hanya bisa pasrah karena penolakannya ditolak balik dengan dekrit khusus dari Kaveh yang ditujukan ke kerajaan. Dari dekrit itu, Haitham yakin bahwa ia benar-benar menyakiti pemuda pirang yang selama ini ia temani dari masa akademiya.

    ***

    Enam bulan berlalu, Kerajaan Kshahrewar sedang sibuk menyiapkan sebuah acara di ballroom mereka. Acara itu merupakan jamuan forum arsitek internasional, dengan Kaveh sebagai tuan rumah. Meskipun ia mempunyai sejarah pahit di forum tersebut, Kaveh yang profesional tetap menjalin hubungan yang baik dalam forum dan berpartisipasi layaknya tidak ada yang terjadi. Haitham, di sisi lain, harus pergi ke batas luar wilayah kerajaan untuk mengamankan wilayah dengan adanya kabar penyerangan ke kerajaan dari sisi Lokapala.

    Mereka sempat bertemu, namun tidak sempat bertukar pembicaraan.

    Kaveh dan Alhaitham hanya bertukar pandang di koridor utama istana sebelum akhirnya saling sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Tatapan nanar iris merah Kaveh dibalas dengan tatap tajam iris hijau Haitham yang sebenarnya Kaveh tahu betul itu hanya merupakan tatapan biasa dari mantan ajudan pribadinya. Besar dengan Alhaitham membuatnya tahu banyak hal kecil dari pemuda tegap berambut abu-abu tersebut yang tidak diketahui oleh orang lain.

    Sebenarnya, Kaveh merasa agak kesepian akibat keputusannya sendiri. Memindahkan jabatan Haitham dari ajudan pribadinya ke Panglima Perang Kerajaan Kshahrewar membuatnya harus mempunyai ajudan pribadi berbentuk android bernama Mehrak. Hal ini karena Kaveh tidak mau jabatan tersebut digantikan orang lain dengan alasan ia bisa mengurus dirinya sendiri. Selain itu, karena Mehrak merupakan android, tentunya ada banyak sekali hal yang ia tidak bisa lakukan seperti bagaimana Haitham bertingkah laku. Ia diam-diam merindukan pemandangan pemuda hijau duduk atau rebahan di berbagai tempat dengan buku menutupi wajahnya, bagaimana Kaveh harus menarik interkom dari telinga agar bisa terdengar olehnya, dan bagaimana pemuda itu gemar memarahi Kaveh dengan kalimat-kalimat satirnya.

    Sebenarnya, bukan tanpa alasan Kaveh memindahkan jabatan Alhaitham. Ia sudah sering memikirkan bagaimana kualitas pemuda kutu buku ini sangat terbuang percuma apabila ia hanya menjadi ajudan pribadi. Namun, tiap bujukan Kaveh selalu ditolak mentah-mentah oleh Haitham dengan alasan malas. Akhirnya, ia mencari momentum yang pas untuk melakukan hal tersebut agar Haitham tidak bisa menolak dan duduk di jabatan yang layak ditempati olehnya.

    (Maaf ya, Haitham.)

    ***

    Kejadian itu berlangsung dengan cepat.

    Pemuda berambut pirang itu telentang di tengah-tengah ballroom yang kini porak-poranda. Pakaian pestanya yang berwarna putih gading kini berubah warna menjadi merah kecoklatan akibat luka dan debu. Di beberapa bagian, pakaian itu robek dan kehitaman karena sempat terlalap api yang berasal dari sumber ledakan.

    (…Alhaitham.)

    Tangan berkulit pucat itu ia angkat ke atas, matanya mengamati bagaimana bias cahaya lampu ruangan yang tersisa mengisi sela-sela jarinya. Ia memikirkan pemuda hijau yang sedang berada di luar sana, menyesali mengapa ia tidak sempat berhenti untuk sekedar mengucapkan “Selamat jalan”, “Semangat”, “Goodluck”, atau bahkan mungkin sesuatu yang serius seperti… “Jangan mati”.

    (Tapi, kamu masih mau ketemu saya nggak ya)

    Kaveh hanya menggigit bibirnya ketika mengingat tatapan terakhir Haitham padanya. Ia berusaha untuk bangun, sampai akhirnya ia sadar bahwa ledakan tersebut menyisakan luka yang cukup besar pada bagian perutnya. Ia tidak bisa bergerak, ditambah dengan reruntuhan yang juga menimpa kakinya. Melihat kondisinya saat ini, ia juga sadar alasan mengapa ia masih berada di sini sendirian, meskipun ia pangeran dari kerajaan ini.

    (Oh, pasti mereka pikir saya udah mati.)

    Kaveh terkekeh, memejamkan matanya karena pandangannya mulai kabur.

    (Yah, mungkin emang hidup saya cuma sampai sini aja. Maaf ya ayah, bunda. Kaveh pewaris tunggal tapi ternyata kerajaan ayah benar-benar cuma sampai saya aja. Tapi nggak apa-apa, saya bakal nyusul—)

    “...Veh.”

    Suara yang familiar sayup-sayup terdengar di telinga Kaveh.

    “Kaveh.”

    “...Tham” Pandangan Kaveh yang kabur kembali normal perlahan. Ia melihat sosok yang ia pikirkan terakhir sebelum kehilangan kesadaran muncul di hadapannya.

    “Haitham” Tangan Kaveh langsung mencengkram bahu Haitham yang ada di hadapannya. Ia tidak habis pikir bahwa pemuda ini benar-benar datang, dengan timing yang sangat tepat, dan ketika Kaveh sangat ingin melihatnya untuk terakhir kalinya apabila diizinkan oleh semesta.

    “Saya di sini mau jemput kamu.”

    “...Perut dan kakiku begini, nggak bisa gerak ke mana-mana.”

    “Kalau gitu saya angkat aja boleh”

    Kaveh melihat kondisi Alhaitham yang sebenarnya tidak baik-baik saja. Ia yakin Haitham menggunakan dorongan adrenalin terakhirnya untuk pergi ke sini, dan ia tidak mau kehilangan Haitham lebih cepat.

    (Nggak mau Tham, saya masih mau ngobrol berdua sama kamu.)

    “...jangan Tham, nggak apa-apa kita di sini dulu aja sampai ada yang bantuin kamu,” Tangan Kaveh menahan lengan Haitham yang sudah ingin bangkit. Ia menepuk spot kosong di sebelah posisinya agar Alhaitham bisa duduk di situ. “...toh, musuh udah nggak berkeliaran di sini. Mereka pasti mikir saya udah mati, jadi kita aman.”

    Alhaitham mengangguk dan menurut. Ia duduk tepat di tempat yang ditepuk oleh tangan pangeran pirang itu. Keheningan tercipta beberapa saat, namun mereka berdua tidak keberatan. Keduanya hanya terdiam saling menengadah, melihat bagaimana tempat chandelier di tengah istana yang menjadi satu-satunya sumber penerangan kini hilang dan menyisakan lubang besar dengan pemandangan langit malam. Jari kelingking mereka saling bersentuhan karena posisi tangan Haitham yang menopang tubuhnya sendiri, dengan posisi tangan Kaveh berada tepat di sampingnya. Sepertinya, pasukan musuh benar-benar hanya ingin menghancurkan istana Kerajaan Kshahrewar, karena setelah peledakan tersebut, mereka menarik diri secepat mungkin.

    Kalau saja Alhaitham waktu itu tidak salah perhitungan, pasti istana nggak akan sehancur ini dan ia bisa melindungi Kaveh—

    “Kamu nggak perlu menyalahkan diri sendiri, Alhaitham. Ini bukan salah kamu.” Kaveh menggumam sambil menatap langit.

    “Jelas salah saya. Saya nggak bisa melakukan pekerjaan dengan baik.”

    “Meramal masa depan bukan bagian dari pekerjaan kamu. Pekerjaan kamu melindungi seluruh wilayah Kerajaan Kshahrewar dan kamu melakukannya dengan baik. Peristiwa ini terjadi karena takdir dari semesta.”

    Hening lagi. Hanya terdengar suara helaan nafas dari Alhaitham yang kini ikut mendongak ke langit.

    “Saya tau kamu sengaja mindahin saya jadi panglima perang sama jubir istana sementara.”

    Kaveh tersenyum tipis. Sudah ia duga, Haitham memang punya daya perasa yang bagus, meskipun ia cenderung memilih untuk banyak mengabaikannya. “Jabatan ajudan pribadi terlalu remeh buat kamu, Tham. Mending dimanfaatkan di tingkat yang lebih layak buat kamu.”

    “Tapi saya lebih suka pekerjaan lama saya.” Alhaitham menjawab, kemudian memutuskan untuk ikut merebahkan diri di samping Kaveh.

    “Karena jobdesk-nya lebih ringan” Kaveh mengeluarkan nada cibiran sambil mencoba memutar torso dan wajahnya untuk menghadap ke sisi Alhaitham.

    Alhaitham menoleh ke arah Kaveh, tubuhnya mengikuti hingga mereka saling berhadapan. Tangan kanannya meraih pipi sang Pangeran Kerajaan Kshahrewar, dan membelainya dengan halus.

    “Bukan, karena ada kamu di tiap pandangan saya.”

    Hening kali ini berbeda. Kaveh bisa merasakan wajahnya panas dan hatinya terkejut. Meskipun terdengar sangat klise bagi seorang Alhaitham, Kaveh yakin pemuda di sebelahnya ini mengeluarkan seluruh kesungguhannya untuk mengucapkan kalimat tersebut dengan tatapan mata yang sangat serius dan tangan berkapal halus yang kini berada di pipinya.

    Berusaha untuk tidak mengabaikan perasaan yang sudah disampaikan dengan benar oleh Alhaitham, tangan Kaveh meraih tangan Haitham yang masih berada di pipinya.

    “Saya mau pegang tangan kamu, Tham.”

    ***

    Sinar lampu tembak menyorot ke berbagai arah, tidak hanya berasal dari satu tempat. Ketika target sudah ditemukan, lampu-lampu tersebut langsung menyoroti satu titik.

    “Jenderal Cyno Pangeran berada di sini”

    Jenderal mungil berkulit sawo matang tersebut lantas berjalan cepat ke arah sumber sorotan lampu tembak. Ia mengikat rambut platinum panjangnya sebelum akhirnya berjongkok untuk memastikan jasad di hadapannya benar-benar sosok sang Pangeran Kerajaan Kshahrewar. Setelah memastikan bahwa jasad tersebut memang milik sang pangeran, Jenderal Cyno meminta tolong anak buahnya untuk membawa jasad tersebut ke dalam mobil kerajaan.

    “Alhaitham, Kaveh udah kami temukan, ya. Sekarang, kamu bisa istirahat dengan tenang.” Ujar Cyno sambil menepuk pelan sebuah peti mati yang sudah ada lebih dulu di dalam mobil kerajaan.

    “Mengenai pemakaman Pangeran Kaveh bagaimana, Jenderal”

    “Jadikan satu dengan Alhaitham, liang lahatnya juga. Semuanya sudah tertulis dalam surat wasiat pangeran.”

    [TAMAT]
    Tap to full screen .Repost is prohibited
    🙏🙏💒🍌😭💕👍😭💘
    Let's send reactions!
    Replies from the creator

    related works

    recommended works