Recent Search
    Sign in to register your favorite tags
    Sign Up, Sign In

    kanekane

    @kanekane_bul

    ☆quiet follow Send AirSkeb request Yell with Emoji 😂 😭 👍 💖
    POIPOI 51

    kanekane

    ☆quiet follow

    Manten 2Note: jujur aja aku agak gak enak bikin Wangsheng jadi orkes melayu karena mandarinnya, 往生 artinya pass away😭😭😭 yakalik nama orkes melayu 'Meninggal'💀💀💀 karena itu, demi kepentingan cerita, anggep aja Wangsheng gapunya arti itu😂🙏
    .
    .
    .
    Ajax merapikan rambutnya sekali lagi di depan spion. Ying'er yang sudah keluar dari mobil hanya bisa menutup senyumnya dengan tangan. Seseorang yang dimabuk cinta benar-benar menyenangkan untuk dilihat. "Ah, saya mau ketemu seseorang dulu nih, Mas Ajax. Mas mau sekalian ikut atau menunggu di mobil"

    "Di sini aja, mau nata rambut lagi."

    "Ahaha, oke mas. Tunggu sebentar ya~" Ying'er pun menghilang dari jendela mobil. Ajax mengambil gel rambut di dashboard dan memakaikannya sampai rambut merah itu klimis. Dengan jemari panjangnya, Ajax menata rambutnya agar terlihat rapi sekaligus stylish. Dia ingin kesan pertama yang tidak terlalu berlebihan untuk penyanyi itu. Selain agar tidak membuatnya kelihatan ngebet, juga berjaga-jaga agar dirinya mudah dilupakan kalau saja ditolak.

    Ajax menghela napas kasar. "Gak boleh, maju perang aja belum, udah nulis wasiat..."

    Pemuda itu keluar dari mobil dan melangkah penuh kepercayaan diri ke depan gerbang rumah besar itu. Ia berjinjit, mencoba mengintip rumah itu dari balik gerbang. Namun seseorang berseru, membuatnya terkesiap dan refleks menoleh. Matanya terbelalak saat sosok genderuwo menatapnya remeh. "Woi, bule, ngapain di sini"

    Kuping Ajax terasa panas. Dia memang blasteran, tapi dia sepenuhnya warga negara ini, lahir dan besar di sini. Terakhir kali dia dipanggil seperti itu adalah saat SD, saat teman-teman seumurannya belum tahu betapa menyinggungnya panggilan itu. Mendengarnya lagi setelah sekian lama membuat Ajax kesal. "Gue mau ketemu yang punya Wangsheng."

    "Lah kok bule bisa ngomong lokal. Lo bule palsu ya Jamet"

    "Anjing seenaknya aja, lo yang jamet"

    Pria besar itu sedikit menunduk untuk melihat jelas wajah Ajax. "Mata biru, hidung mancung, kulit pucet, iya sih ga mungkin jamet. Tapi tetep aja lo mencurigakan, pergi sana."

    "Hah"

    "Ga mau" Genderuwo itu meremas kepalan tangannya yang besarnya dua kali kepalan tangan Ajax. Tidak mau mempertaruhkan wajah gantengnya dalam pertarungan yang berat sebelah, Ajax baru teringat datang ke sini bersama Ying'er. "A-ah, gue ke sini bareng Mbak Ying. Lo kenal Mbak Ying kan"

    "Gak." Kepalan besar itu terangkat, siap menghantam Ajax.

    "Mas Itto Tunggu dulu" Ying'er menjerit dari kejauhan. Itto pun berhenti di tempat mendengar suara familiar itu. Ia terbelalak senang melihat sosok Ying'er yang sudah seminggu ini tidak hadir di setiap latihan semenjak keluar dari grup. "Mbokk Tumben ke sini Mau ngapain"

    "M-mbok"

    Ying'er tertawa kecil. "Mas Itto manggil saya Simbok karena katanya ngingetin ke neneknya. Tapi karena itu dia jadi lupa nama asli saya, haahaha."

    "Loh nama lo Ying Gue baru tahu," Itto menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

    Ying'er dan Ajax hanya bertatapan, menghela napas. Setelah bertukar kabar, akhirnya Itto membukakan jalan untuk mereka berdua. Tapi bahkan ketika ditemani Ying'er pun, Itto tetap mengawasi Ajax dari kejauhan, belum menghilangkan kecurigaan.

    "Aduh tolong maklum ya, soalnya akhir-akhir ini penyanyi Wangsheng dikuntit penggemar yang kelewatan. Terutama penyanyi yang baru, Mbak Zhongli. Sampai-sampai, Mbak Zhongli harus tinggal di Wangsheng."

    Ajax ingat Kaeya bilang sesuatu tentang penyanyi baru Wangsheng. Sepertinya biduan itu sangat membantu menaikkan popularitas Wangsheng. Ajax jadi penasaran seperti apa sosok Zhongli ini sampai membuat orang-orang gandrung.

    Mereka berjalan melewati pendapa luas. Kompleks Wangsheng memang dibangun dengan gaya rumah jawa kuno. Ada beberapa bangunan yang mengelilingi halaman dengan patung naga dan ksatria berpanah, tampak seperti Arjuna, di tengahnya. Di beberapa ruang, Ajax bisa mendengar alunan musik gamelan dan modern serta suara senandung.

    "Wangsheng membuka tempat latihan musik juga. Biasanya klub gamelan dari sekolah sekitar latihan di sini. Selain itu, beberapa band anak muda juga menyewa studio Wangsheng untuk latihan."

    "Bisnis benar-benar berjalan mulus di sini, ya."

    "Kita sudah sampai."

    Mereka berdua memasuki studio paling besar di antara studio lain. Seperangkat alat musik tertata di sekitar ruangan, mengelilingi bagian tengah yang dialasi karpet biru. Beberapa orang yang bertugas di bagian instrumen mengecek alat masing-masing. Sementara itu, ada beberapa penyanyi duduk melingkar di tengah, mengobrol bersama.

    "Eh, Ying'er Astaga lama gak ketemu" seorang gadis menyapa Ying'er, diikuti penyanyi yang lain. Sepertinya Ying'er penata rias andalan Wangsheng karena semua penyanyinya dekat dengan dirinya.

    "Hutao, saya ke sini bersama teman untuk melihat latihan OM Wangsheng, boleh kan"

    "Hummnn, serius nonton latihan doang" tanya Hutao agak menyelidik, tentu saja ke Ajax. "HAH Lo... Bukan simpenannya Mbak Ying kan"

    Ying'er tertawa, "Ahahaha, aduh, bukan. Mas ini, Mas Ajax, jodoh orang lain. Dan orang lain itu ada di salah satu penyanyi Wangsheng."

    Ajax merinding karena Ying'er ngomong seenak jidat. Para biduan itu langsung saling tunjuk, membuat Ajax seperti barang rebutan. Ying'er dan Hutao tertawa melihat Ajax panas dingin karena penyanyi yang digebetnya tidak ada di antara circle itu. Diam-diam dua orang itu jadi tahu siapa yang Ajax inginkan karena wanita itu satu-satunya biduan yang tersisa, yang saat ini belum datang.

    Selagi menunggu biduan terakhir itu datang, Ajax berkenalan dengan orang-orang di sana. Wangsheng punya enam penyanyi, empat wanita dan dua laki-laki. Kazuha, MC utama dari orkes Wangsheng, seusia dengan Ajax. Kadang saat harus tampil di dua acara yang bersamaan, Pak Hu, pemilik Wangsheng juga bisa menjadi MC. Kemudian di sampingnya ada pemuda berambut cokelat yang sedari tadi sibuk memijat leher. "Kenapa" tanyanya saat menyadari tatapan Ajax.

    "Kayak pernah lihat... Tapi mungkin gue salah lihat."

    "Ah, kemarin Gorou juga menyanyi di pesta kami. Mungkin Mas Ajax lihat dia di sana."

    Ajax memiringkan kepalanya, mencoba mengingat saat datang ke pesta pernikahan Ying'er dan Timaeus. Tapi dia tidak ingat sama sekali sosok Gorou. "Sorry tapi kemarin adanya tiga cewek sama Kazuha."

    "Gorou dandan jadi perempuan saat tampil untuk Wangsheng. Dia yang biasa dipanggil Mbak Hina atau Mbak Nana," jelas Ying'er yang mendapat reaksi ternganga dari Ajax. Benar juga, dia ingat sosok wanita mungil dengan dress hijau panjang, suaranya paling manis di antara penyanyi lain.

    Tidak mungkin, ternyata dia laki-laki. Ajax merasa telah membongkar rahasia negara dan akan mati sebentar lagi.

    Empat penyanyi lain adalah Shenhe, Ei, Yunjin, dan Zhongli. Tepat saat membahas Zhongli, seorang wanita menghambur masuk ke dalam studio. Ia tampak terengah-engah, poni hitam menempel di pelipisnya karena keringat. Ajax langsung berdiri melihat sosok bidadari yang sama, yang masih juga cantik meski hanya mengenakan daster pendek dan rambut digelung kecil di belakang leher.

    "Semuanya, maaf, tadi Qiqi agak rewel... Oh, Ying"

    "Hai, Mbak Zhongli. Hari ini aku bawa jodoh buat mbak." Ying'er mendorong tubuh Ajax hingga pemuda itu terhenyak.

    "Ah, anu, kenalin, gue Ajax. Gue kemarin dateng ke nikahannya Mbak Ying dan suaramu... Uh... Bagus..."

    "Terima kasih... Mas Ajax" jawab Zhongli dengan tatapan yang sangat tulus. Ajax tersedak ludahnya sendiri saat namanya disebut Zhongli dengan nada yang begitu penuh kasih. Ying'er terkekeh sambil menepuk-nepuk punggung Ajax.

    "Mbak Zhongli, karena 'Mas Ajax' ini tamu spesial, tolong temenin dia lihat-lihat sekitar Wangsheng dong," kata Hutao dengan tatapan licik. Seisi studio bisa tahu Hutao sedang merencanakan sesuatu.

    "Baiklah, mari Mas Ajax."

    Ajax terkesiap dan refleks menyambut uluran tangan Zhongli yang mana membuat seisi studio ternganga. Zhongli juga tidak menyangka Ajax akan benar-benar menggenggam tangannya. Sudah terlambat bagi Ajax untuk menyesali kebodohannya. Untungnya Zhongli hanya tersenyum dan membalas genggaman tangan Ajax, erat. "Supaya tidak tersesat."

    Ajax akan meledak hatinya.

    Selama berkeliling Wangsheng, Ajax tidak bisa melepas pandangannya dari Zhongli. Wanita itu sangat atraktif dari semua sisi. Mata elok dengan manik sewarna madu, bulu mata panjang dan lentik, alis yang seperti dilukis. Senyumnya seperti goresan kuas di atas kanvas, begitu indah dan sempurna. Lehernya yang jenjang menegaskan siluat tubuh bagian atasnya bahkan dari belakang. Rambut hitam panjang begitu lurus dan berkilau. Mata Ajax turun lebih ke bawah lagi dan berkedip beberapa kali melihat dada besar itu bergoyang naik turun setiap kali Zhongli melangkah. Kemudian menggelengkan kepalanya demi melanjutkan deksripsi puitis yang sempat disela deskripsi penuh nafsu.

    Tubuhnya seperti biola, berlekuk indah dan terlihat segar. Pantatnya yang penuh itu sepertinya akan pas di dalam genggaman Ajax. Pahanya tidak terlalu besar maupun terlalu kecil, namun cukup indah dengan sela di antaranya yang membuat Ajax ingin melesakkan hidungnya di sana—

    Ah, semakin ke bawah, deskripsinya hanya dipenuhi nafsu saja. Ajax pun menyerah dan beralih memandang ke arah lain. Akan tetapi percuma, bahkan sekedar suara Zhongli yang bercerita tentang patung naga dan ksatria berpanah di tengah halaman sudah cukup untuk membuat hati Ajax bergetar. Suaranya sangatlah merdu, mengingatkannya pada desisan daging saat digoreng di atas panas yang pas.

    Mungkin, mungkin kalau suhunya sedikit lebih panas—

    Ajax harus tobat. Kaeya sudah memperingatinya tentang kesangean sesaat.

    "Seperti semua ruang sudah. Mas Ajax mau ke mana lagi"

    "Kamu harus latihan kan Kita kembali ke ruang tadi saja."

    "Hmmn, tapi biasanya jam segini sudah selesai. Sayang sekali tapi hari ini Mas Ajax belum bisa melihat latihannya..."

    Ajax tidak terlalu kecewa. Awalnya dia memang berharap bisa sekedar melihat Zhongli bernyanyi. Namun dia sudah mendapat yang lebih baik. Walaupun terasa seperti study tour, tapi setidaknya dia bisa dekat, sangat dekat, dengan Zhongli. Meski begitu, benar juga, sayang sekali tidak bisa mendengar suara bernyanyi Zhongli, biduan andalan Wangsheng yang membuat para pria kehilangan kewarasannya, dan membuat sesama wanita panas hati karena takut suaminya mengejar Zhongli.

    "Kalo gitu, bisa gak kita tukeran kontak Biar kalo kalian latihan, kamu bisa langsung ngabarin."

    "Boleh, sebentar saya agak engga hafal, hahaha," tawa Zhongli sambil merogoh kantong dasternya untuk mengambil ponsel.

    Ajax refleks menggeret tangannya dalam pose 'yes'. Setidaknya, sekarang dia bisa mengobrol dengan Zhongli kapan saja di mana saja. Setelah bertukar nomor, mereka kembali ke studio yang sudah sepi. Latihannya sudah selesai seperti yang Zhongli perkirakan. Ying'er yang pulang duluan dengan jemputan Timaeus menitipkan salamnya pada Ajax melalui Hutao. Karena tidak ada lagi yang bisa Ajax lakukan di sana, dan sepertinya Zhongli juga buru-buru kembali ke kamarnya, Ajax pun pamit pulang.

    Zhongli mengantar Ajax hingga ke gerbang dan berkata bahwa Ajax bisa datang kapan saja asalkan mengabari dulu agar Itto tidak mencurigainya. Zhongli bercerita bahwa terakhir kali ada fans yang mengunjunginya tanpa pengawasan Itto, Zhongli nyaris berada dalam situasi bahaya. Semenjak itu Itto meningkatkan pengawasannya terutama pada Zhongli.

    Ajax agak kehilangan kata-kata setelah mendengar itu. Karena artinya, Zhongli cukup percaya pada Ajax, meskipun Ajax juga setara dengan fans biasa. Wajahnya agak memerah, sebelum akhirnya melajukan mobil ke rumahnya dengan perut yang penuh kupu-kupu.
    -----
    Tap to full screen .Repost is prohibited
    😻💞😭☺😻💘❤👏💞💘💖💘😭💓💓💓❤😍😭🇴💞❤💖💖😍😭🍼😭😭😭😍😍😍🍌🍑🇴🍼😭😭😭😭😭😍😍😍❤❤🇪💖❤💜❤🍌🍑❤❤❤❤❤
    Let's send reactions!
    Replies from the creator